Enam
Pagi itu Iwan bangun lebih pagi dari
biasanya, dan tampak sangat bersemangat. Segera ia mengambil beberapa baju,
celana dan pakaian dalam dari lemari dan merapihkan semuanya secara teratur di
dalam tas punggungnya. Dicarinya juga perlengkapan elektronik seperti action
cam, power bank dan tak lupa juga kabel datanya. Setelah semua perlengkapan dan
perlatan tertata rapih di dalam tasnya, ia segera mandi.
Setelah Ia selesai mandi, diambilnya
smartphone-nya dan bertanya kepada teman-temannya di aplikasi line.
“Gimana nih udah pada siap?? Pada ke kampus jam berapa?” kata
Iwan,
“Ude sipp ntar gua dari kampus balik dulu, ini udah mau
berangkat” balas Alam,
“Siap wan, ntar kita balik kampus istirahat aja dulu di
kostan Natas” sahut Puja,
“Okesip jaa, gua udah mau berangkat ke kampus nih, lu pada
jalan dah” Iwan mengakhiri pembicaraan dan kemudian segera mempersiapkan
motornya untuk berangkat ke kampus.
Di perjalanan dilihatnya jalanan yang sangat
macet, pemandangan seperti ini bukan hal langka untuknya setiap hari jika ingin
berangkat ke kampus, karena jalurnya memang termasuk jalur padat. Iwan bergegas memacu motor matic gambotnya itu
sekencang mungkin, setelah dilihat jam di speedometer-nya menunjukan pukul
08.00, dan lab di kampus mulai pada pukul 08.30,
“Duh telat nih gua, ngebut dahh” geramnya dalam hati,
Iwan terus
memacu motornya melewati kemacetan yang tiada habisnya.
Setelah ia sampai di kampus segera
ia memarkir motornya di dekat tempat duduk satpam, dan segera ia menyapa sang
satpam yang terlihat sedang menyantap sarapan-nya. Iwan memang cukup akrab
dengan satpam di kampus H Gunadarma, karena memang satpam di kampus ini cukup
ramah kepadanya. Segera Ia bergegas menuju ruangan Ilab di lantai 3, beruntung
setelah sampai dilantai atas dilihat teman-teman lainnya masih menunggu di
depan ruang lab.
“ahh untung aja masih keburu” katanya dalam hati,
Ia segera
berjalan menuju tempat teman-temannya berkumpul, dan menyapa teman-temannya.
“Lu langsung bawa perlengkapan buat nanti jalan wan? Kaga
pulang dulu?” tanya Ryan,
“Kaga da gua males bolak balik juga, sayang sayang bensinnya”
jawab Iwan,
“Emang lu pada mau kemanain dah??” sahut Natas,
“Cus pisann ke Bukit Moko sama Gunung Padang nanti malem” jawab
Ryan,
“Eh ntar gua abis Ilab ke kost-an lu ya tas, gua istirahat
disana sampe malem sebelum berangkat nanti” tanya Iwan kepada Natas,
“Iyadah nanti kesana aja” jawab Natas memberikan izin,
Dilihatnya
banyak orang sudah mulai mengantri untuk masuk kedalam ruangan lab, segera Iwan
dan teman temannya yang lain ikut mengantri untuk masuk ke dalam ruangan Lab.
Setelah Lab selesai Iwan bertanya
kepada Ryan, Puja, Alam, Farid, dan Aji yang nanti malam akan pergi bersamanya
dalam perjalanan pikniknya.
“Ntar jadinya jalan jam berapa da?”
tanya Iwan,
“Jam 8an aja ntar kumpul di
kost-annya Natas” jawab Aji,
“Iyadah sekitar jam segituan aja,
ntar gua sama Ryan kesana” jawab Farid,
“Ntar gua dari rumah nyari laser
dulu, baru ke kostan Natas” sahut Puja,
“Gua naro motor dimana yak? Kan ntar
gua ama Aji goncengannya” tanya Alam,
“Di kontrakan aja di kapuk, ntar lu
sama Aji kesini dulu” kata Ryan,
“Yaudah berarti sekarang mencar dulu
aja nih ya, berkabar aja nanti” kata Iwan,
Sepakat
sudah iwan dan ke 5 teman lainnya untuk keberangkatannya nanti malam, dan
mereka segera berpencar menuju tempatnya masing-masing. Iwan bersama Puja pergi
ke kost-an temannya Natas, dan keempat teman lainnya pergi ke rumahnya
masing-masing.
Sesampainya ia di kost-an Natas,
kandas rencananya beristirahat sejenak untuk sekedar mengisi tenaga sebelum
perjalanan jauhnya nanti malam, karena kostannya sedang sangat ramai dengan
teman-teman kelasannya yang lain. Kamar kost-nya kurang lebih berukuran 3 x 4
meter, dan didalamnya ada satu lemari, kasur untuk tidur, meja komputer juga AC
yang tergantung di atas jendela. Dengan kamar mandi di bagian dalam kamar
kostan ini memang cukup mewah.
“Wedeh rame amatt ini kost-an, kaga bisa tidur dah ini gua”
tanya Iwan,
“Dih bocah manaa luu, ya sini mah
rame mulu haha” celetuk Ari dan Alvin,
“Iya aja dahh yang penting nyelonjor
gua mah” jawab Iwan,
Beruntung di
sisi ujung kasur ada tempat kosong, langsung saja iwan menaruh semua
perlengkapannya dan mengisi tempat kosong di kasur tersebut.
“ah enak benerrr tiduran adem lagi
panas panas gini haha” kata Iwan lega,
Tanpa sadar
ia ternyata tetap tertidur meski suasana di kost-an ramai dan berisik.
Saat terbangun dilihatnya jam pada
layar Hp-nya, dan sudah menunjukan pukul 6.30,
“waduhh ketiduran gua yakk haha”
kata Iwan sambil mengusap matanya,
“manee ketidurannn, kaya kebo lu tidur anjir” celetuk Iponk
sambil tetap bermain dengan laptopnya,
“waduh ujan deres amat yakk, berangkat maleman lagi dah ini
gua, lah si Puja kemanain?” tanya Iwan,
“balik dulu dia, mau beli laser juga katanya” jawab Alvin,
“ohh iyadahh” jawab Iwan sambil sedikit menguap,
Iwan mencari
hp-nya, setelah ketemu ia segera menyalakannya dan membuka aplikasi LINE,
kemudian ia bertanya pada teman-teman lainnya yang nanti akan pergi.
“nyong ujan gede di kostan Natas nih, kalo nanti jam 8 masih
deres gimana?” tanya Iwan,
“aga maleman aja jalannya gapapa, jangan ujan ujanan
pokoknya, perjalanannya jauh soalnya, nanti kita berhentinya di warpat puncak
pass dulu yak” jawab Ryan seraya memberi tahu rencana perjalanannya,
“ohh okedah oke sipp, gua juga nunggu Puja dulu ini, dia
balik dulu sekalian mau beli laser katanya” jawab Iwan,
Hujan sudah mulai reda, yang tersisa
hanya hujan rintik-rintik saja, jam sudah menunjukan pukul 08.30, namun Puja
masih belum juga sampai di kost-an
Natas. Sekitar 15 menit kemudian Puja sudah di depan pintu, dan ia mengenakan
jas hujan lengkap dengan masih menggunakan helm-nya,
“udeh ayo cabs dah wan” ajak Puja,
“okesip gua rapih-rapih dulu” jawab
Iwan mengiyakan,
Setelah
selesai bersiap-siap ia dan Puja pamit kepada teman-teman lainnya yang ada di
kost-an.
Karena ternyata kawan-kawan yang lain sudah siap di kostan
kapuk, akhirnya kita sepakat untuk mengubah tempat berkumpul menjadi di depan
sevel kapuk, Iwan dan Puja berangkat ke rumah temannya Puja dulu untuk menitip
motor, kemudia segera bergegas ke titik temu mereka dengan kawan lainya.
Sesampainya mereka di depan sevel
dilihat teman-teman lainnya sudah siap dipinggir jalan, disambutnya Iwan dan
Puja yang baru saja sampai.
“nah sampee juga luu, udah beres
semua kan?” tanya Ryan,
“bentar dulu nyong, gua beli kopi dulu biar seger dijalan”
jawab Iwan seraya berjalan ke Alfamart terdekat,
Setelah
membeli kopi dan beberapa perlengkapan lainnya Iwan segera bergabung dengan
yang lainnya.
Sebelum berangkat mereka memeriksa semua perlengkapan, dan
juga merapatkan pakaian mereka termasuk masih menggunakan jas hujan, meskipun
hujan sudah berhenti tapi masih terasa rintik-rintik air hujan dan udara yang
cukup dingin. Mereka berenam segera berkumpul dan berdoa sebelum berangkat.
Setelah selesai berdoa mereka mengambil foto bersama dan kemudian
mengupdate-nya di media sosial.
Barisan mereka terdiri dari 3 motor,
barisan paling depan dipimpin oleh Ryan sebagai pengemudi dan Farid sebagai
boncenger, barisan kedua diisi oleh Aji dan Alam, dan menutup barisan adalah
Iwan dan Puja. Jam sudah menunjukan pukul 10.00 malam, dan mereka mengawali
perjalanan mereka malam itu.
Ditengah perjalanan mereka sempat
berhenti karena Puja masih saja mencari tukang laser, ia belum membelinya
karena tidak ditemukan tukang yang biasa berjualan di dekat rumahnya. Setelah
tawar menawar dengan tukangnya, dengan wajah senang ia kembali naik ke motor
Iwan, dan mereka segera melanjutkan perjalanannya.
Sekitar pukul 12.00 akhirnya mereka
sampai di warpat puncak pass, udara yang sangat dingin cukup menyeruak badan
mereka sampai bisa membuat mereka menggigil, segera mereka parkirkan motor dan
masuk ke dalam salah satu tempat dari banyak warung yang terjajar disana.
Mereka memesan kopi, indomie, susu,
dan teh. Setelah pesanan mereka sampai, mereka segera menyantapnya sambil
bercanda-canda. Mengambil beberapa foto dan memajangnya di media sosial.
Meskipun terkesan sederhana tapi moment seperti ini adalah moment yang langka
dan membuat mereka sangat bahagia.
“nih ntar kita berangkat dari sini sekitar jam 2an yaa, biar
pas nanti sampe di bukit moko pas lagi sunrise” jelas Ryan pada yang kawan yang
lain,
“iyaa sip dahh” jawab yang lain setuju,
Jam 2 tepat sudah dilihat Iwan di
layar hp-nya, ia segera merapihkan peralatannya dan mengajak yang lainnya untuk
segera bergegas.
“yuk ah cus, ude jam 2 nih” ajak
Iwan,
“iya dah ayoo” jawab yang lain
sekaligus merapihkan peralatan mereka juga,
Setelah
rapih semua perlengkapannya, mereka bergegas menuju motornya masing-masing dan
bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan mereka ke tujuan yang berikutnya ke
Bukit Moko di Bandung.
Masih dengan posisi berkendara yang
sama, Ryan dan Farid di posisi depan, Aji dan Alam di tengah, Iwan dan Puja di
posisi belakang. Kondisi jalan dari puncak turun kearah Cianjur cukup
menyenangkan, karena banyak tikungan-tikungan tajam serta tanjakan dan turunan.
Hal yang menarik terjadi saat sudah
keluar dari Cipanas dan menuju kearah Cianjur, dimana kanan dan kiri jalan yang
terlihat sudah hutan saja. Ryan dan Farid di posisi depan cukup kesulitan
melihat karena lampu utama motor Farid kurang terang. Sesaat kemudian Ryan
mencoba untuk mematikan lampu utama motornya.
“yann nyalain bego lampunya, kaga
keliatan apa-apaan” tegur Farid kepada Ryan,
“haha iyaa iya gua mau nyoba aja”
tawa Ryan sambil menyalakan lampu motornya,
“udah lu nyalain yan?” tanya Farid,
“udahh id.. lah kaga ngaruh hahahaha” jawab Ryan dan membuat
mereka berdua tertawa.
Setelah sampai di Kota Cianjur
ditemukannya oleh mereka jalanan yang membentang lurus sekitar 2KM. Awalnya
Iwan merasa mereka hanya jalan santai, setelah ia melihat ke speedometer
motornya ia cukup kaget karena angkanya sudah menunjukan angka 85kpj.
“buset udah 85 aja, itu motornya si ait malah tambah kenceng
ja hahaha” canda Iwan,
“lah iya buset kuat juga itu
motornya si ait haha” jawab Puja sambil tertawa,
Kemudian
Iwan segera maju ke samping posisi motor Aji dan Alam,
“ji buset itu si Ryan motornya ait
di geber mulu haha” celetuk Iwan
“hahaha iya udah 90 ini kenceng juga motornya ait” jawab Aji
dan Alam sambil tertawa,
Kemudian Aji
segera menggeber motornya bermaksud untuk menyalip Ryan dan Farid, dan juga
disusul Iwan dan Puja yang ikut menggeber motornya.
Sesaat kemudian Aji sudah menyalip
Ryan pada kecepatan 100kpj, dan tidak lama kemudian disusul oleh Iwan yang
menyalip mereka berdua dan melesat jauh karena ingin mencoba top speed
motornya. Didapati angka 120kpj pada speedometer motornya, sebenarnya ia yakin
masih ada tenaga untuk lebih kencang lagi, tapi berhubung nyalinya sudah habis
jadi ia segera mengerem dan menunggu kawan yang lainnya menyalip.
“ahhh curangg lu 155cc.. “ gerutu
Aji,
“hahahahahaha iyaa “ jawab Iwan
sambil tertawa,
“gilaaa hahahaha motornya ait kuat amat gua geber bisa ampe
105” canda Ryan kepada yang lainnya,
“haha iyaa gila juga it motor luu” jawab yang lainnya, Farid
hanya tertawa bangga,
Setelah melewati jalan Padalarang yang berliuk-liuk, serta
banyak lubang mereka sampai ditempat dimana terdapat banyak truk yang sangat
besar dengan lampu yang sangat terang, sampai mereka menyebutnya dengan sebutan
TRANSFORMER. Setelah itu mereka sampai di daerah Pasteur. Kemudian mereka terus
melanjutkan perjalanan kearah Bandung Kota.
Jam sudah meununjukan pukul 03.30 pagi ,ditengah jalan mereka
berhenti, karena Ryan sedikit lupa dengan jalan kearah Bukit Moko. Ryan, Iwan
dan Puja sibuk dengan Hpnya mencari jalan lewat aplikasi penunjuk arah, Aji dan
Farid mengisi waktu dengan melihat keadaan sekitar sambil menghisap rokoknya,
sedangkan Alam sibuk mencari tempat untuk buang air kecil. Karena ia tidak bisa
menemukan kamar kecil akhirnya ia buang air kecil di pohon di depan sebuah kios
kecil.
Setelah melihat aplikasi dan sedikit bertanya dengan warga
setempat yang kebetulan ada di sekitarnya, mereka melanjutkan perjalanan dengan
tetap menggunakan aplikasi penunjuk arah. Setelah melewati Bandung Kota, mereka
melewati jalan seperti masuk ke perumahan, yang kemudian terus menanjak. Namun
ditengah pendakian Ryan berhenti dan berkata kepada Iwan dan Aji bahwa bensin
motornya sudah habis, ia akan kembali turun dan menyusul mereka nanti. Ryan
meminta agar yang lain berhenti jika menemukan warung dipinggir jalan. Ryan
memutar arah dan kembali turun, sedangkan Iwan dan Aji melanjutkan
perjalanannya menanjak.
Diperjalanan Iwan dan Aji mencari warung, atau musholla
dipinggir jalan untuk menunggu Ryan dan Farid. Namun tidak kunjung ketemu.
“lah ini kaga ketemu juga ji warung ama musholla” tanya Iwan,
“iya nih, gimana? Mau nunggu aja dulu?” jawab Aji,
“lanjut ajalah wan, ini jalanannya tinggal ikutin jalan aja
kok, ntar juga mereka nyusul” sahut Puja,
“iyadahh lanjut aja terus” jawab Aji dan Iwan mengiyakan,
Kemudian mereka mulai menemukan
kejanggalan pada jalan yang mereka lalui, jalanannya mulai sangat terjal, mulai
dari tanjakan tajam, jalanan berbatu dan licin, hingga yang paling parah adalah
jalanan menanjak yang licin dan berbatu, sehingga beberapa kali Alam dan Puja
harus turun dan mendorong motor agar motor tidak selip dan mundur.
“ja lu yakin ini jalanannya? Yakali dah tempat wisata
jalanannya gini amat” tanya Aji dan Iwan,
“ya disini si gitu, berhenti dulu dah cari tempat aga datar,
sekalian nungguin Ryan sama Farid” jawab Puja sambil memeriksa Maps di Hpnya,
Tidak lama kemudian Ryan menelpon Alam, tapi beberapa kali
sempat terputus karena gangguan sinyal, Alam mencari tempat dimana sinyal cukup
banyak agar ia bisa kembali menelpon Ryan.
Setelah Alam dan Ryan berbicara, ternyata Ryan sudah berada
di depan mereka, tapi berada di jalur yang lainnya, mereka segera bergegas dan
akhirnya bertemu dengan Ryan dan Farid di dekat gapura dimana terdapat
percabangan antara jalan yang mereka lalui dengan yang Ryan dan Farid lalui.
“ahaha gilaa jalanan yang gua lewatin tanjakannya gila
banget” kata Ryan dan Farid
“jalanannya aspal kaga?” tanya Iwan,
“iyaa si untung aspal semua” jawab Farid
“busettttt jalanan yang gua lewatin udah nanjak terus berbatu
ama tanah semuaaaa, licin bangett!!!” jawab Aji dan Alam,
Kemudian
mereka segera melanjutkan perjalanannya yang tinggal sedikit lagi sampai.
Lagi lagi ditemukannya jalanan yang menanjak sangat tinggi
dan terjal, sehingga memaksa Alam dan Farid untuk turun dan mendorong motor
agar dapat sampai diatas. Sesampainya diatas nafas Alam habis, dia ngos-ngosan
sambil tertunduk sampai susah bicara.
Akhirnya sampailah mereka di taman wisata Bukit Moko, setelah
memarkir motornya mereka membawa peralatannya dan menuju ke saung-saung yang
terdapat di tepi bukit, terpapar lah pemandangan kota Bandung di pagi hari yang
masih gelap dan dihiasi lampu-lampu kecil dari rumah warga.
Tepat pukul 5.30, matahari mulai muncul dari pucuk bukit yang
ada di sebelah kiri mereka, sedikit bias berwarna oranye menyeruak mengintip
dari balik bukit memberikan sedikit rasa hangat dari cuaca dingin pagi hari di
Bukit Moko yang masih cukup rindang dengan pohon.
Iwan, Aji dan Farid sibuk mengabadikan gambar-gambar
pemandangan alam saat matahari terbit di Bukit Moko yang indah, sekaligus
giliran berjaga tas dan peralatan, sedangkan yang lainnya tidur di saung
kelelahan karena perjalanan yang cukup melelahkan. Setelah cukup foto yang bisa
diambil, sekitar pukul 06.30 mereka bergantian dengan Ryan untuk berjaga menjaga
tas dan perlengkapan yang lainnya.
Pukul 9 pagi mereka semua sudah terbangun, segera mereka
bersantai dan menikmati sejuknya udara pegunungan di Bukit Moko, mereka
bercengkrama dan bercerita tentang hal lucu yang mereka alami sepanjang
perjalanan.
Setelah mereka foto bersama, tepat pukul 10 pagi mereka
segera turun menuju Bandung kota untuk mencari sarapan. Setelah sampai di
Bandung kota mereka segera berhenti di warung nasi pinggir jalan dan makan
sarapan dengan lahap. Setelah makan mereka melanjutkan perjalanan mereka untuk
kembali ke kota Cianjur, disana mereka akan menginap di rumah bibinya Puja,
namun di perbatasan Bandung dan Cianjur kembali mereka dihadapi dengan hujan,
setelah melewati jembatan Rajamandala akhirnya mereka memutuskan untuk berteduh
di warung es kelapa di pinggir jalan.
Hujan turun sangat deras, suara hujan dan kendaraan yang lalu
lalang di jalan raya ini membuat suara yang akhirnya sukses mengembalikan rasa
ngantuk yang tadi tertunda. Akhirnya beberapa dari mereka kembali tertidur, yang
tersisa hanya Ryan dan Farid, mereka berfoto sekaligus menjaga perlengkapan
yang ditaruh sembrangan di sekitar mereka. Sekitar pukul 2 siang, hujan sudah
berhenti mereka semua sudah terbangun, mereka melanjutkan perjalanan ke rumah
bibinya Puja yang tidak jauh lagi, hanya sekitar 1 jam perjalanan.
Sesampainya mereka di rumah bibinya Puja, mereka segera
berkemas dan merapihkan semua peralatannya. Disulap ruang tamu berukuran 3 x 2
meter menjadi kamar tidur untuk 6 orang. Setelah itu mereka bergantian mandi
untuk menyegarkan badannya yang sudah sangat lelah.
Saat makan malam
mereka menyantap makanan yang sepertinya agak jarang mereka santap dirumah,
yaitu nasi liwet beserta lauknya berupa jengkol, ikan tongkol, sayur kangkung
dan sambal. Sangat nikmat makan melingkar berkumpul bersama sambil
bercanda-canda. Setelah menyantap makan malam mereka segera tidur untuk
mengembalikan energi, karena hari esok mereka harus kembali melanjutkan
perjalanan ke Gunung Padang dan kemudian kembali pulang.
Pukul 9 pagi mereka bangun satu persatu, dan mandi
bergantian. Sarapan pagi sudah tersedia di meja makan, masakan bibinya Puja
terus mengingatkan mereka akan suasana pedesaan. Setelah selesai makan mereka
semua berkemas dan berpamitan dengan bibinya Puja, karena setelah dari gunung
padang mereka semua langsung melanjutkan perjalanan pulang.
Di perjalanan mereka mampir sebentar ke distro yang jaraknya
tidak terlalu jauh, kemudian mereka melanjutkan perjalanan mereka ke gunung
padang, jalanannya cukup bagus dan rata, pemandangannya pun tidak kalah bagus,
sawah membentang di kanan dan kiri jalanan yang mereka lalui. Sampai akhirnya mereka
masuk ke jalan akses menuju ke situs gunung padang, jalanannya sangat
menyenangkan, jalanan khas naik ke gunung atau bukit, meliuk-liuk dan banyak
pohon disekitarnya.
Sekitar pukul 2 siang akhirnya mereka sampai di tempat parkir
kendaraan gunung padang, cukup lelah mereka diperjalanan, alangkah lebih
lelahnya mereka saat melihat tangga menanjak terjal untuk naik ke situs gunung
padang, setelah membayar tiket masuk seharga 5000/orang , tidak ada kata untuk
kembali, mereka melanjutkan perjalanan menanjak ke situs gunung padang.
Terbayar lelah kaki mereka setelah sampai dipuncak pendakian situs gunung
padang, hamparan landscape bukit hijau, disertai dengan hembusan sejuk angin
khas ala pegunungan.
Situs gunung padang
merupakan salah satu tempat wisata tradisi, di tempat ini terdapat banyak batu
yang berbentuk seperti balok, namun uniknya saat diperhatikan batu-batu ini
berbentuk segi lima dibagian atas dan bawahnya. Konon katanya tempat ini adalah
tempat bagi para petinggi daerah saat mengadakan rapat.
Setelah beberapa lama mereka mengabadikan gambar serta
bersenda gurau, mereka sepakat untuk turun dan melanjutkan perjalanan pulang
pukul 4 sore. Pukul 03.30 mereka segera turun dari situs gunung padang kembali
menuju ke parkiran kendaraan.
Cukup lelah kaki mereka saat akhirnya sampai di parkiran, mereka
duduk ditanah dan meluruskan kaki mereka yang pegal karena naik turun tangga
terjal, setelah cukup istirahat mereka bersiap untuk melanjutkan perjalanan
pulang. Mereka berdoa terlebih dahulu dan mempersiapkan segala sesuatunya.
Setelah semua sudah siap mereka bergegas berangkat karena
melihat langit sudah cukup gelap pertanda akan turun hujan. Ditengah jalan Iwan
menemukan kejanggalan, terdapat jalan bercabang, kemudian ia bertanya kepada
Puja karena dia yang paham jalan disini.
“ja belok kemana da? Kanan apa kiri?” tanya Iwan,
“kanan wan” jawab Puja singkat,
“dih yakin lu? Seinget gua kiri dah?” jawab Iwan ragu,
akhirnya ia memutuskan untuk berhenti dan bertanya pada yang lain,
“kanan apa kiri nih?” tanya Iwan lagi dengan nada ragu,
“kanan kanann..” yang lainnya menjawab,
Dengan
sedikit keraguan Iwan akhirnya ikut pendapat yang lainnya dan berbelok ke kanan
di percabangan.
Kejanggalan pertama mulai
ditemukannya, ia melihat ada sekolah dasar di sebelah kanan jalan, padahal saat
berangkat ia tidak melihat ada sekolah satupun.
“ja perasaan kaga ada SD dah tadi?”
tanya Iwan,
“ah elu aja kali lupa wann, ada kok”
jawab Puja,
Akhirnya
Iwan berusaha yakin dan melanjutkan perjalanan, semakin jauh Iwan cukup yakin
kalo jalanan yang dipilihnya sudah mulai benar, sampai saat mereka mulai
melewati hutan hangus yang terlihat seperti habis terbakar, Iwan tidak peduli
dan terus melanjutkan perjalanan. Saat sampai di tempat dimana mereka bisa
melihat hutan yang terlihat habis dipotong habis barulah mereka sadar bahwa
mereka salah jalan.
“perasaan tadi kita kaga ngelewatin
hutan gundul gini dah” kata Aji curiga,
“nah pan gua kataa, tadi mestinya
belok kirii” Iwan menimpali,
“yaudah muter balik dahh” kata Ryan,
Akhirnya
mereka berputar arah, dan melanjutkan perjalanan kembali sampai ke jalan yang
seharusnya mereka lewati.
Perjalanan mereka mulai terhambat
karena hujan deras mulai turun, mereka segera memacu motor untuk mencari tempat
berteduh untuk sekedar menggunakan jas hujan dan menyimpan peralatan elektronik
ke tempat yang aman dari hujan, akhirnya mereka berhenti di warung kecil
dipinggir jalan, dan dengan cepat memakai jas hujan. Setelah semua sudah siap
mereka segera melanjutkan perjalanan.
Jarak pandang minim karena hujan
deras dan hari yang mulai gelap tidak meredakan semangat mereka, hingga sampai
mereka menemukan rintangan yang selanjutnya. Dari arah berlawanan mereka
bertemu dengan seorang bapak teriak memberitahu bahwa jalan di depan licin.
Mereka mengira bahwa yang dimaksud licin hanya karena hujan atau pasir yang
basah. Sampai setelah tikungan tajam mereka melihat di depannya jalanan
tertutup tanah yang longsor. Cukup dalam jalan tertimbun tanah sekitar 10cm
atau sedikit diatas mata kaki orang dewasa. Membuat mereka harus ekstra
hati-hati dan waspada dalam melewati jalan tersebut.
Tidak hanya disatu titik tersebut
mereka melewati jalan yang tertutup longsor, mereka harus melewati 6 titik
longsor lainnya, beruntung ada warga setempat yang membantu perjalanan dengan
mendorong motor saat ban sangat selip. Kondisi jalan seperti ini memang sangat
menyusahkan bagi mereka, tapi pengalaman seperti ini yang tidak akan orang
dapatkan saat mereka hanya berwisata dengan menggunakan pesawat atau moda
transportasi lain.
Setelah 2 jam melewati jalan yang
gelap, hujan, dan licin akhirnya mereka berenam sampai dijalan utama yaitu
jalan raya sukabumi-cianjur. Mereka berhenti sejenak di pom bensin untuk
mengisi bensin.
“nyong laper nih sekalian makan aja
apa?” kata Farid mengeluh,
“ini kan pom bensin id, lu mau abis makan kaga ngerokok? Asem
mulut” Aji menimpali
“lah iya jugaa, yaudah ntar cari lagi dah” jawab Farid,
Setelah selesai mengisi bensin mereka melanjutkan perjalanan,
sekaligus mencari tempat untuk makan dipinggir jalan. Akhirnya mereka berhenti
di depan sebuah kios yang sudah tutup, halamannya cukup lega sehingga mereka
bisa makan bersama di depannya.
Mereka membuka bekal yang tadi pagi dibungkuskan oleh bibinya
Puja, 3 bungkus nasi liwet, digelar memanjang oleh mereka, kemudian lauk
pauknya di tebarkan secara merata diatasnya, mereka berenam makan bersama
dengan membentuk lingkaran. Suasananya memang tidak mewah, tapi moment seperti
ini terasa lebih berharga dibandingkan makan di restoran paling mahal
sekalipun. Selesai makan mereka sedikit bersantai melepas lelah sambil merokok
dan memakan camilan yang barusan dibeli oleh Alam dan Farid di warung sebelah.
Selesai beristirahat mereka segera merapihkan perlengkapan,
meskipun hujan masih cukup deras mereka tetap akan melanjutkan perjalanan,
karena mereka tidak ingin pulang terlalu larut malam.
Perjalanan dari Cianjur sampai ke Cipanas mereka lalui dengan
cukup mudah tanpa kendala, hal lucu mereka temukan ketika sudah mencapai perjalanan
mendaki dari Cipanas sampai ke Cibodas. Ryan yang memimpin jalan tiba-tiba
menepi dan berhenti dipinggir jalan.
“woyyy, tangan gua mati rasa.. beku pisan ini, ke warpat dulu
yak ntar ngopi bentar” teriak Ryan,
“hahahaha iya iya gua juga,
yaudah ntar berhenti aja ke warpat dulu” sahut yang lainnya,
“wan lu yang didepan yak” pinta Ryan kepada Iwan,
“iyadahh kalemm” Iwan mengiyakan permintaan Ryan,
Merekapun
melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya diwarpat puncak pass, mereka berenam tampak
menggigil kedinginan, mereka segera memarkir motor, dan berlari masuk ke dalam
warung.
“bang sini bang buruan mau mesen” teriak Iwan
“iyaa bang bentar” sahut tukangnya dari kejauhan sambil
berlari kecil,
Setelah memesan,
tidak lama kemudian minuman yang dipesan sudah datang semua.
Lucunya saat mereka memgang gelas
kopi atau teh yang masih panas mereka tidak merasakan apapun, tangan mereka
masih mati rasa karena kedinginan sepanjang jalan. Dan hal itu membuat mereka
berenam tertawa terbahak-bahak.
Setelah sekitar 1 jam mereka
beristirahat, mereka melanjutkan perjalanan pulang ke Depok, perjalanan pulang
lebih cepat dari berangkat. Karena perjalanan hanya tinggal menuruni gunung,
dan kebetulan mereka bersama konvoi motor gede yang berkendara sangat ngebut,
jadi mereka terus mengekor pada konvoi tersebut sampai Bogor.
Setelah sampai di Depok mereka
berenam berpencar dan pulang kerumahnya masing-masing. Sesampainya dirumah
mereka merebahkan badannya di kasur. Lelah dan pegal serasa tidak mau hilang
dari badan, namun terbayar dengan rasa puas dan senang yang mereka dapatkan. Pengalaman yang tidak akan mereka lupakan
seumur hidup, dan akan terus menjadi bahan perbincangan saat nanti mereka tidak
lagi bersama-sama, tidak lagi berenam melewati perjalanan yang penuh rintangan.
Pengarang : Kurniawan Sutanto Putra | 14113898 | 3KA22